Edisi Desember 2007

No. 13 Tahun II

SAVE THE WORLD
STOP GLOBAL WARMING


COVER STORY

TIGA PULAU DI SUMENEP MILIK PERORANGAN
Desas desus adanya pulau-pulau kecil di Kabupaten Sumenep yang dijual dan dikuasai oleh perorangan ternyata tak mengada-ada. Sejumlah tokoh masyarakat kepulauan Sumenep membenarkan bahwa saat ini terdapat tiga pulau di wilayah Kecamatan Sapeken yang telah dimiliki dan dikuasai oleh perorangan. Bahkan, dikabarkan satu dari tiga pulau itu sudah dijual ke pengusaha Kanada yang tinggal di Bali.

Demikian yang terungkap dari kesaksian sejumlah tokoh warga Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep dalam Lokakarya Identifikasi dan Legalisasi Pulau-pulau di Sumenep, Kamis (13/12). R Husein Tirtodhiredjo, tokoh Sapeken yang juga Ketua LSM Administrative and Management Investigation (AMI) mengungkapkan, ada dua pulau yang dikuasai perorangan. Yakni, Pulau Biropok dan Komarang di Desa Paleat, Kecamatan Sapeken yang sejak 1993 tercatat milik Zainuddin BA, warga Pulau Sapeken.
"Kami tidak tahu asal muasalnya, yang jelas dua pulau itu seluruhnya menjadi milik perorangan, bersertifikat atas nama Zainudin dan istrinya Ernawati," kata Husein.
Ia menduga ada upaya eksploitasi pemilik pulau terhadap kandungan dan potensi pulau tersebut. Informasi yang dia terima, pasir di kedua pulau itu dijual ke sebuah perusahaan di Pulau Pagerungan Besar dan Pulau Sepanjang.

Yang lebih mengejutkan lagi adalah temuan Sultan Habib tokoh masyarakat Pulau Sapeken dan juga Ketua LSM Modern. Di wilayahnya terdapat satu pulau bernama Pulau Sitabok, yang terletak di Desa Sapeken sudah sejak lama pula dimiliki oleh keluarga besar almarhum Ali Basyah, penduduk setempat.

Pulau itu dihuni dua anak Ali Basyah yakni H Eppo (alm) dan Wak Besar, 60, bersama anak dan keturunannya. Saat ini yang berkuasa di sana Wak Besar dan di atas pulau itu berdiri sedikitnya 30 rumah anak keturunan Ali Basyah. "Tak ada satupun keluarga dari keturunan lain yang tinggal di pulau itu," ujar Sultan yang dibenarkan Rasyidi juga tokoh Pulau Sapeken.

Rasyidi, juga warga Pulau Sapeken, menambahkan, Wak Besar belakangan hendak menjual pulau itu ke investor asal Kanada yang tinggal di Bali. Rasyidi mendengar tapi belum mengecek kebenarannya, kesepakatan harga sudah tercapai Rp 2 miliar dengan persekot Rp 25 juta."Pada Jumat lalu, investor itu datang ke Sapeken, namun akhirnya kembali lagi ke Bali karena tidak semua keluarga Wak Besar sepakat menjual," kata Rasyidi.

Secara terpisah, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep, H Kusbandi, membenarkan, seluruh tanah di Pulau Biropok dan Komarang memang bersertifikat atas nama Zainudin BA dan Ernawati. Mereka mengajukan kepemilikan tanah kepada negara tahun 1993. "Berdasar permohonan itu akhirnya terbit sertifikat hak atas tanah, bukan hak milik pulau. Jadi, saya tegaskan tidak ada proses jual beli pulau," kata Kusbandi.

>> baca selengkapnya


MEMPERBINCANGKAN NASIB BAHASA MADURA
Cacatan dari Seminar Pra Kongres Bahasa Madura
Bahasa Madura (BM) kembali menjadi pemikiran serius para penuturnya, apakah akan dibiarkan hilang sejalan dengan hilangnya kebanggaan penuturnya, ataukah dipertahankan? Kedua pilihan itu menjadi perbincangan dalam seminar pra kongres BM (15/11).

Kekhawatiran terhadap nasib BM tak berlebihan jika bercermin pada penelitian Unesco. Berdasarkan data Unesco, terdapat 6500 bahasa setiap tahun dan 100 bahasa di dalamnya alami proses kematian. Penyebabnya, pertama karena perkawinan antarbangsa dan suku yang menghasilkan keturunan dengan menggunakan bahasa pengantar berbeda dari bahasa ibunya sebagai langkah kompromistis.

Kedua, karena hilangnya kebanggaan dan rendahnya komitmen penuturnya. Ketiga, tidak dilakukannya pembukuan dan pembakuan terhadap sistem dan struktur bahasa itu. Keempat, adanya pergeseran nilai di tengah masyarakat yang mengedepankan aspek ekonomis dan praktis. Bahasa yang ditinggalkan, biasanya dianggap tak memiliki nilai ekonomis dan tidak praktis.

>> baca selengkapnya

0 Comments:

Post a Comment

<< Home